Yang luput di AAC

Bicara soal film ini, kayaknya gak ada habis-habisnya sampai sekarang. Begitu film yang ditunggu-tunggu ini keluar di bioskop, waduh...seorang BJ Habibie saja jauh-jauh dari Jerman nonton ayat-ayat cinta. Well, Hanung Bramantyo kembali membuktikan levelnya di dunia sinema Indonesia dengan Ayat-ayat Cinta setelah beberapa tahun yang lalu sukses mengangkat Jomblo.
Apabila suatu movie award diadakan, kemungkinan besar film Ayat-ayat Cinta ini
memuncaki beberapa nominasi. Pada umumnya masyarakat yang menonton film ini sangat responsif dengan memberikan komentar positif. Ada yang bilang film ini mengharukan, romantis, Fedi Nurilnya cakep, segala sesuatu yang mengikat emosi penonton tentunya...sampai dengan saratnya film ini akan nuansa Islami. But, kita jangan melupakan peran dakwah Habiburrahman El Sirazhy yang mengarang novel Ayat-Ayat Cinta ini. Tapi ada hal yang sangat saya sayangkan dari Ayat-ayat Cinta the movie ini. Bukan menyangkut pemeran, setting, sutradara, atau sesuatu yang berhubungan dengan teknis. Tapi dakwah itu sendiri.

Yang pertama adalah adegan di mahattah metro atau kereta listrik ketika Fahri bertemu Aisha. Pada saat Aisha dibentak oleh lelaki Mesir karena menolong bule, Aisha membalas membentak tak kalah sengitnya, bersuara tinggi, dan melampiaskan amarah juga. Bukankah di Islam seorang wanita harus lembut ?..mmm..mungkin orang arab ngomongnya gitu kali ya...tapi di novelnya, jelas tertulis di halaman 24 (kalo gak salah) bahwa Aisha diam seribu bahasa dan matanya berkaca-kaca .
Yang
kedua. Fahri terlalu lama bersama Maria. Dan selama itu pula Maria masih menganut Kristen Koptik, terbukti ketika akan meninggal barulah ia minta diajarkan shalat. So, Fahri telah melakukan zina selama itu karena telah menikah dengan ahli kitab tanpa masuk Islam lebih dulu. Kalau mengacu pada novel, Maria pingsan setelah persidangan Fahri dan tiga hari kemudian langsung dead, yang disampaikan pengarang tak lain tak bukan adalah Fahri masih belum sempat mengIslamkannya.
Terlepas dari maksud sutradara yang ingin mendramatisir film ini, ingin mengolah cerita agak berbeda dari novel atau alasan klasik bahwa manusia tak ada yang sempurna. Tapi film yang katanya mengandung banyak pesan Islaminya ini terselip sesuatu yang mecolok dan menyimpang dari dasar Islam itu sendiri.



10 komentar:

Loverock_MD said...

gitu ya bro?

saya ga pernah baca novelnya, nonton filmnya doak... makanya mikir itu film indo plg sempurna..

tapi emg bagusan novelnya ya?

tapi versi film tetep sempurna koq... hehe...

Ayu Ambarsari Hanafiah said...

bener.. Yang di Mahattah Metro! Kaget juga tuh pas nonton.. *kok Aisha nya galak yah?*
ntah apa maksud nya mas Hanung..
Agak-agak gimana jugaaa gitu ngeliat Fahri berdua-duan ma Maria di berbagai tempat *berdua saja loh* padahal di novel ga gitu..

Yah.. Nothing's perfect *hufp*
Tapi Alhamdulillah Mas Hanung ma Kang Abik uda bikin Bioskop jadi media Dakwah ya?

pyuriko said...

Saya sudah nonton.... film dan novelnya ada perbedaan, tetapi filmnya gak kalah bagus dengan novelnya. ^_^

biaca said...

waah…..kalo saya mah, bagus novelnya lagi, biar sy gini2 kurang paham dgn agama, tapi nurani sy berkata bahwa novelnya lebih bagus dari filmnya, karena di novelnya nggak ada yg namanya si fahri ama si maria itu dua2an, ee….ternyata di film di bikin, trus novelnya cerita si maria udah meninggal ketika setelah bersaksi di pengadilan, dan maaf si fahri dan si maria blom pernah hidup serumah layaknya suami istri karena si maria keburu meninggal..ee..di filmnya dibikin si maria dan si aisya di madu dan disatukan dlm satu rumah dan si fahri ama si maria hidup layaknya suami istri hehe itukan tambahan sutradaranya mas hanung.

tapi sy coba objektif aja, lebih mendingan daripada film2 murahan selama ini, lumayan MENGIGIT dan ada nuansa DAKWAHnya juga, contoh ketika si fahri nggak mau salaman sama si Alicia. pokoke sy apresiasi aja deh.

salam kenal mas

biaca said...

sy link mas

mel@ said...

wahh... kalo aku siiyyy sukaan felemnyaa...
tapii... emang tergantung selera kaliii yaaa...
*asiikkk... harii ini didoain gara-gara ngisi komen... hehehe*
met kenal jugaaa...

sang mujahid said...

Setuju deh mas kalo' sebenarnya pesan aslinya ngak sama seperti yang kita lihat dalam film AAC, and sebaiknya sih sebelum nonton filmnya mendingan baca novelnya dulu, karna nyata nyata menyimpang dari isi yang di tulis Habiburrahman El Sirazhy yang mengarang novel Ayat-Ayat Cinta ini.

Anonymous said...

Biasa lah... emang jarang kok novel yang dibuat film jadinya lebih bagus dari novelnya. Dan saya rasa penyebab munculnya penyimpangan2 tersebut karena adanya 'kepentingan berbagai pihak' yang bermain di film ini. Entah itu si sutradara, produser, sponsor, atau bahkan penontonnya sendiri. Bahkan novel AAC sendiri bagi saya sudah AMAT komersial, tapi mungkin itu aja nggak cukup untuk industri film. Mereka takut rugi karena biaya pembuatannya juga udah mahal....

Anonymous said...

Iya, setuju !

belum lahgi kalo diperhatiin betul pas adegan-adegan awal ....
Kala itu Fahri sedang sholat, selesai salam Fahri berdoa dan memandang sekilas target dan project hidupnya.

Di secarik kertas yang tertempel di dinding itu tertulis kalimat Hamdalah (Alhamdulillahi rabbil alamin). Kalo aku nggak salah ...... tulisan yang ada di situ kurang tepat. Di situ tertulis dengan huruf "alif", "lam", "kha'", "mim", "dal", "lam", "alif", "lam jalalah" dan "ha'". Seharusnya khan nggak ada "lam" dan "alif" lagi sebelum lafadz Allah.

Gimana nih ?

dwee said...

hohoho, wi bahkan blom nonton ni film sampe sekarang..